Hariyani

Hariyani adalah nama asli sejak lahir dari Ibu bernama Marsini dan Bapak bernama Paniran yang tinggal di Blitar. Berlatar pendidikan SDN Jatituri 2 Blitar, SMPN...

Selengkapnya
Navigasi Web
Temu Kangen JPBSI. Cerbung Tagur ke-104

Temu Kangen JPBSI. Cerbung Tagur ke-104

 

 

 

 

 

TEMU KANGEN

 

Hari masih pagi, mentari masih malu-malu menampakkan diri. Merah semburat mengelilingi. Kusambut rupa eloknya dengan keberangkatanku menemui sahabat-sahabat masa sarjanaku. IKIP Negeri Malang sebuah kampus yang menempaku menjadi guru sampai kini. Gemerlap emas mengitari nuansa hati kami. Hati pengantin baru yang memerah saga.

Jika lebih siang sedikit cerlangnya akan menyilaukan mata. Itulah sebabnya kami mengambil waktu dini hari. Selain menghindari silaunya cahaya mentari, juga nyaman waktu pagi karena jalanan masih sepi.

Dress code warna merah dan jilbab warna tortilla mulai aku kenakan dari rumah meski di sana nanti ganti kaos seragam alumni. Bagaimana tingkah kawan-kawan dan raut mereka sekarang? Meski sudah melihat dari foto-foto profil mereka di grup whatsapp akan lebih bermakna jika langsung berjumpa.

Satu demi satu aku amati muka-muka di grup alumni sembari membayangkan pertemuan nanti. Apa pun acaranya, makna mendasarnya adalah kangen. Dari rasa ini akan muncul berbagai kesan. Dan apa pun kesannya yang utama adalah mengobati kerinduan dan menggugah cerita lama.   

Cerita lamaku tentang mereka yang paling kukenang sampai kini adalah ketika KKL. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah program kampus yang dilaksanakan setiap tahun untuk melakukan studi banding. Kami akan berkunjung ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ), IKIP Bandung, Pusat Bahasa, dan Perpustakaan H.B. Jassin agar memperoleh tambahan ilmu yang linier.

Karena jumlah peserta 84 mahasiswa, kami menggunakan jasa Tour & Travel dengan cukup tiga bus yang longgar. Bahkan ada yang satu deret hanya ditempati satu orang meskipun seharusnya dua orang. Kegembiraan mesti tercipta selama perjalanan agar semua penumpang benar-benar fresh. Mahasiswa yang memiliki hobbi bernyanyi membawa gitar dan menyanyi. Yang suka bercerita pun terwadahi karena akan terus saling bercerita dengan pasangan duduknya. Namun, yang sensitif mabuk akan minum obat antimabuk sehingga menimbulkan rasa kantuk yang berkepanjangan Sebenarnya hal ini tidak membahagiakannya karena tidak bisa menikmati perjalanan.

Andri Pitoyo namanya. Pencinta tidur karena mabuk perjalanan. Longgarnya kursi di sampingnya dapat dimanfaatkan untuk meletakkan nasi kotak. Aku lirik saja dia yang kebetulan ada di deretan kursi samping kiriku. Dalam hatiku ada rasa was-was bagaimana jika nasi kotak itu nanti terhempas ketika tikungan tajam. Suara dengkurannya semakin keras kudengar.

“Brooookkkkk…!” benar ternyata, nasi kotak ambrol dan butirannya memenuhi wajahnya. Jepret! Jepret! Kupotret dia. Dia  terbangun. Aku pura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Dia menoleh ke arahku. Aku tidak tahan menahan ketawa ini. aku pun menolehnya dan kami terbahak-bahak dibuatnya. Sampai kawan-kawan satu bus menoleh ke arah kami. Iwan menghampiri dan langsung ngakak ketika tahu apa yang terjadi.

Iwan membantu memunguti butiran nasi dari wajah Andri sambil membantu membetulkan posisi kotak nasi. Anak satu ini sangat peduli dengan kebutuhan teman-temannya.  Segala urusan KKL  dialah yang berada di garda terdepan. Akan tetapi takjupku akan kerendahannya yang tak pernah berbesar hati. Kini kawanku ini sudah berada di peristirahatan abadi. Begitu banyak kenanganku bersamanya. Sering mengantarkanku pulang sampai ke tempat kos. Aku pun sering merepotkannya.

Kami sama-sama tidak diluluskan untuk mata kuliah Teori Puisi. Perkuliahan umum yang digabungkan menjadikan satu mengakibatkan perkuliahan kurang efektif. Mahasiswa sejumlah seratusan mengikuti mata kuliah ini. Waktu hujan deras separo mahasiswa tidak masuk. Inilah penyebab ketidak lulusan kami. Bahkan Iwan bercertita kepadaku, ketika mengikuti kuliah S-2 dan bertemu dosen Teori Puisi dia menggodanya.

“Sejak S-1 dulu saya juga selalu membawakan perlengkapan mengajar Bapak ke ruang kuliah lo. Tapi kenapa waktu saya nggak masuk kuliah sehari saja karena hujan saya tidak diluluskan?”

“Hahaha, hlo iya to? Masak sih?”

“Iya, Pak.”

“Tapi dengan mengulang tambah pinter, kan?” santai saja Bapak Prof. H.M.A. Ichsan menjawab. Al-Fatihah untuk mereka.

“Sayang, sudah sampai Malang ini.”

“O, iya Mas.” Aku mulai mencari alamat mana yang kami tuju untuk reuni. Batavia Resto di Jalan Jakarta 51 Malang adalah salah satu restoran di kawasan Kota Malang yang dekat dengan kampus Universitas Negeri Malang. Tempat yang nyaman dan menyenangkan memang cocok untuk hangout. Selain itu, dekat dengan kampus sehingga rencana membuat dan mengambil gambar akan mudah untuk kenangan di lapangan depan Auditorium.

Kami masuk disambut teman-teman panitia. Kiptiah, Qiroatin, Yuni, Yun Rahma, Reni, ah.. teman-teman masih seceria dulu. Perubahan hanya pada postur dan rambut. Ada yang tampak segar atau sedikit gendut, yang tetap imut pun juga ada.

Kiptiah, anak pacitan yang selalu peduli dengan teman-temannya. Dalam setiap unggahan di facebook temannya, selalu dikomentari dengan nada yang menyenangkan. Dia menjadi pemilik salah satu yayasan Taman Kanak-kanak. Bisa menyeberang ya, padahal dia dulu asisten dosen mata kuliah Morfologi. Sangat mumpuni dia dalam bidang kebahasaan itu. Salutlah untuk teman satu ini.

Yuni, Sri Wahyuni lengkapnya. Dia dosen di UNISMA. Selain dia, Dyah Wrdniningsih, Achmad Tabrani juga menjadi dosen di sini. Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa TID semuanya menjadi dosen. Anak ini sangat piawai dalam segala hal. Ilmu bahasa, sastra, dan pembelajaran dia jelajahi. Asli Blitar dan bertetangga denganku. Senasib pula denganku. Dia berputri tiga anak. Ketika anak-anaknya masih kecil, suaminya meninggalkannya untuk selamanya. Begitu mandirinya dia. Sampai saat reuni ini belum bersedia menikah lagi. Banyak bercerita kepadaku dan merupakan suatu motivasi tersendiri bagiku. Bagaimana dia semula begitu bergantung kepada suaminya almarhum. Sampai sepeninggal suaminya, baru belajar bersepeda motor karena harus mengantar anak-anaknya ke sekolah. Yuni, sukses selalu untukmu.

Utaminingsih, satu indekos denganku ketika mendekati kelulusan. Hanya satu semester. Kenanganku bersamanya sangat teringat sampai kini. Ketika kami di indekos, dia paling suka memasakkan aku. Membuatkan mi telur. Dan satu lagi yang membuat kami tertawa ketika memperbincangkannya. Memasak dadar jagung spesial.

Hari Minggu adalah hari yang ditunggu-tunggu satu keluarga indekos. Saat semua berkumpul bisa merencanakan suatu kerja bareng. Tempe, tahu goreng, telur ceplok, mi instan, krupuk, dan sambal kecap, itu saja menu harian kami. Tapi tidak untuk saat ini. Harus masak dengan menu yang berbeda. Sayur sop dan lauk dadar jagung namanya.

Kami berlima membagi tugas. Ada yang menyiapkan bumbu, menyisir sekaligus mengulek jagung muda, memarut kelapa, memotong sayuran, dan aku  sendiri yang ditugasi membeli tepung terigu. Karena kondisi di luar hujan  aku usulkan meminjam tepung Ibu Kos. Ternyata  masih tidur, aku langsung saja mengambil tepung yang terletak  di samping bawang merah. Aku pikir nanti saja bilangnya kalau Ibu kos sudah bangun. Setelah lengkap semua bahan, kami mencampurnya.

Kami pun segera menggorengnya. Dari lima menit, menuju sepuluh menit, lima belas, dua puluh menit belum kering juga. Kami semua sudah menelan liur, tergiur untuk segera mencicipi. Pada menit kedua puluh lima aku melihatnya. Alhamdulillah, sudah kering. Aku segera meniriskannya. Yummyyy..semua mulai mencicipi. Ooohh...setelah satu gigitan, semua saling pandang. Semua tidak mengerti mengapa rasanya aneh. Tidak seperti yang biasa dibeli. Kami memutuskan tidak melanjutkan menggoreng sebelum mendapat jawaban dari Ibu kos. "Bu, putih-putih  yang di dekat bawah merah itu apa?" Tanyaku ketika ibu sudah bangun. "Semen putih, Mbak." “Allahu Akbar!” teriak kami hampir bersamaan.

            Kami langsung membuang semua adonan. Menggigit jari jadinya. Harapan makan spesial tidak kesampaian.  Tertawa bersama adalah suatu kebahagiaan. Aku minta maaf kepada mereka karena kecerobohanku sehingga hal itu terjadi. Dan akhirnya kembali ke kerupuk lagi lauk andalan kami.

            Dia juga sudah meninggalkan kami. Penyakit diabetes yang menjadi penyebab. Syukutlah Allah sudah memberi peringatan dengan penyakit sehingga kesadaran akan terus mendekat kepada Sang Pemberi selalu semakin intens. Jika kita tidak diperingatkan dengan suatu penderitaan sakit tentu kita akan menjadi orang yang lupa diri. Wujud kasih sayang Allah selalu bermacam-macam sesuai dengan kemampuan kita bagaimana menyikapi dan menghadapinya. Al-Fatihah untuknya.

            Acara sudah dimulai, hiburan-hiburan sambil menunggu kehadiran semua teman. Ah, aku memborong banyak lagu. Mas Robby melihatku dengan pandangan yang bangga. Apalagi ketika lagu Boulevard mulai aku senandungkan. Dia juga suka menyanyi. Tetapi kediamannya yang kadang membuatku rikuh. Untungnya suami Utaminingsih yang senasib dengannya duduk bersisihan sehingga mereka bisa berbincang-bincang.

            Suami-suami setia. Mengantar, menemani, dan menanti para istri yang sedang melepas rindu bersama teman-teman setelah 25 tahun tidak berjumpa.

            Kebahagiaan ini tak terganti. Keceriaan teman-teman, kehadiran tiga dosen, Prof. Maryaeni, Prof. Djoko Saryono, dan Dr. Imam Basoeki menambah kehangatan kekeluargaan kami. Kami jadi teringat masa-masa kuliah di 30 tahun yang lalu.

            Nada-nada ceria semakin semarak ditambah dengan acara joget. Bapak Maryaeni duet denganku.

            “Waahhh.. udah..udah.. ojok nyanyi. Tambah jelek.” Gerrrr.. semua tertawa mendengar celotehan Qiroatin. Anak yang satu ini sangat pemberani.  Ceplas-ceplos dan menggemaskan cuitannya. Kepedulian sesama teman juga cukup tinggi. Reuni kecil pertama dilangsungkan di rumahnya ketika aku belum menikah. Begitu mendengar ada teman yang sakit dia akan datang terlebih dahulu meski harus ke luar kota. Pendengar setia juga. Ketika datang ke rumahku, aku bercerita tentang nasibku sebelum menikah ini, ikut  berlinang juga air matanya.

            Aku jadi ingin bercerita tentang semua teman di sini.  Peni anak Kediri yang sering ke rumahku. Anak Tomboy yang hijrah menjadi Muslimah yang Syar’i ini memukauku ketika aku pertama bertemu di rumahku.  Aku menjulukinya Marini Sardi junior. Memang wajahnya yang sangat mirip dengan bintang film tahun 80-an.  Nasibnya juga hampir sama denganku. Ah, rasanya bercerita dengan teman-teman yang senasib menjadi baper.

            Achmad Tabrani. Ya, Teman dari Madura ini juga familiar. Dialah yang menjadi ketua pelaksana acara reuni ini. perhatiannya yang cukup tinggi terhadap nasib teman-temannya. Jiwa penolongnya yang juga lebih dominan padanya.  Semangat yang selalu diberikan kepada teman-temannya untuk berkarya dan berkarya. Dia seorang doses sastra di UNISMA dan sastrawan. Penyair tepatnya. Diksi dalam kepenyairannya sangat kusuka. Ceritanya tentang keindahan kampung halamannya di Madura sungguh memesona.  Seakan aku hadir di kampungnya. Dialah yang juga memberikan kata pengantar pada novel perdanaku. Terima kasih, sahabat. Allah akan membalas semua kebaikanmu dengan berlipat ganda kebaikan.

            Hastiati Kadarin, adalah sahabat yang menginspirasiku sejak aktif di media sosial dalam berpetualang mencari cinta hingga aku peroleh Mas Robby ini. sejak aku berkenalan dengan orang asing aku bercerita padanya. Selalu dinasihatinya aku agar aku berhati-hati dengan cinta di dunia medsos. Dia mendapatkan suami juga melalui dunia ini. orang Malaysia. Dan itulah sebabnya dia resign dari pekerjaan setelah menikah dan ikut suaminya ke Malaysia. Kebahagiaannya ditemukannya di sana. Allah mengirimkannya. Setiap akhir tahun pelajaran yaitu bulan Desember kalau di Malaysia, dia pulang dengan buah hatinya. Mengunjungi teman-temanya yang ada di Indonesia. Lalu teman-teman satu kosnya mengadakan reuni yang berpindah-pindah tempat. Karena kedekatanku dengannya, aku disertakan pula. Penolong juga anak ini. dia hadir dalam kerepotanku sebagai pahlawan. Terima kasih sahabat.

            Usnida Mubarokah. Ustadzah yang satu ini memang sejak masih kuliah selalu memesona. Dialah yang menginspirasiku untuk mengenakan jilbab sejak masih kuliah. Friendly juga anaknya. Cantik, anggun, dan pintar. Halus bicaranya tetapi mengeluarkan ide yang cemerlang. Sekarang juga memiliki pondok pesantren yang dibangunnya bersama suami yang seorang kyai. Salutku padanya. Menikah dengan orang pilihan orang tuanya merupakan suatu kebanggannya.

            Reni Handayani. Kecil, imut, manis yang tidak berubah sampai kini. Kelincahan dan humorisnya yang mencerahkan  suasana. Pernah datang ke rumahku juga dan ternyata dia mempunyai saudara yang dekat dengan sekolah tempat aku mengajar. Reni yang imut semoga nasib baik selalu berpihak padamu.

            Siapa lagi yang ingin kuceritakan di sini? Koyi, ya Koyi dengan nama asli Rahmad Hajji. Dia berteman denganku sejak masih SPG. Asli Blitar juga, tetapi di Kabupaten Blitar. Mengajar di Madura sejak angkatan pertamanya. Kenanganku dengannya sejak di SPG. Dia pacar tetanggaku yang sangat cantik.  Inilah yang menyebabkan kedekatan kami.

            Kawan, aku tidak bisa menyebut kalian satu per satu. Hanya sedikit yang ingin aku abadikan di sini. Kebersamaan kita selama 4 tahun di IKIP Malang, FPBS, Jurdik Bahasa dan sastra Indonesia sejak 1987 sampai dengan 1992.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, cerita kenangan yang indah yah Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik

09 Jul
Balas

iya Bunda. aamiin.salam literasi

10 Jul

Turut merasa senang

09 Jul
Balas



search

New Post