Hariyani

Hariyani adalah nama asli sejak lahir dari Ibu bernama Marsini dan Bapak bernama Paniran yang tinggal di Blitar. Berlatar pendidikan SDN Jatituri 2 Blitar, SMPN...

Selengkapnya
Navigasi Web
Berpaut pada Laut, Cerbung TantanganGurusiana ke-99

Berpaut pada Laut, Cerbung TantanganGurusiana ke-99

1.   Berpaut pada laut

 

“Sayang, hari Minggu kita jalan-jalan, yuuk.” Mas Robby mulai merasakan kejenuhan tampaknya. Di rumah sendiri dari pagi sampai sore tanpa aku di sampingnya. Televisi dan youtube dijadikan teman setia.  Acara-acara favorit membersamai. Sinetron hikmah kehidupan setia ditonton. Jika ada motocross tak ketinggalan pula. Acara berita berat tak disukainya. Keinginan berpikir santai tanpa beban. Seusianya dan punya riwayat penyakit memang harus bisa mengukur kondisi fisik dan pikirannya sendiri. Harus nyantai.

“Ke mana, Mas?”

“Ke pantai ajalah, jauh gak?”

“Enggak, paling sejam sudah nyampe.”

“Ramai, nggak?”

“Kalau tidak musim liburan sekolah, atau tanggal merah. Ya sepilah.”

“Iya, boleh.”

Mumpung aku ada jam kosong aku turuti keinginannya. Kami menuju pantai. Objek wisata yang tidak terlalu bising menjadi daya tarik tersendiri. Baginya melihat ombak dalam suasana hening menambah rasa takjub akan ciptaan Sang Maha Indah. Mampu menembus relung hati. Deburannya, gulungannya merajuk untuk selalu diikuti. Sebab menurutnya jika musim pakansi akan ramai dan akan kurang hening dalam menakjubi.  

Laut menyentuh jiwa. Menikmati hamparan tirta meluaskan pandangan dan impian. Tak akan menemukan ujungnya.  Ibarat semangat dan cita-cita akan terus dititi dan ditapaki. Keinginan untuk melebur bersama laut menggelorakan gairah. Tak akan lesu dan muram jika sudah merenungi dengan hati. Nuansa laut tak bertepi mampu meluluhkan sanubari. Nyaman merasai bentangannya.

Rasa bahagianya mengiringi setiap gerakannya. Senyumnya melebar dalam setiap denyutan. Pandangan netranya terpukau pada hamparan bahar. Aku ikut merasai. Setelah berpenat dengan rutinitas di depan murid-murid dan koreksian yang bertumpuk. Di laut lepas rasa jenuhku ikut terbebas.

Pantai Pangi yang masih perawan ini begitu memesona. Berada pada cekungan kecil dengan batu karang yang berdiri kokoh mengapit di sisi kiri dan kanan tak berjeda mata memandang. Kesan alami masih terpampang. Tidak banyak pengunjung.  Beberapa anak bermain berkecipak air dan berenang. Deburan ombak berkejaran menuju bibir pantai.  Pasir putih menghampar membentang panjang.

Deretan pohon pinus hijau yang rimbun menjajari bibir pantai menambah keistimewaan. Berteduh di bawahnya  setelah berjalan menyusuri pantai cukup menyejukkan. Beberapa pasangan muda-mudi berfoto-foto di muara sungai yang membentuk telaga payau.  Hati kami tergerak pula. Ah, kami seperti  remaja yang di mabuk cinta. Maklumlah, perkenalan sebulan langsung menikah. Masa-masa seperti inilah menikmati masa berpacaran. Indahnya bercengkerama di masa halal.

Airnya begitu jernih dan segar.  Seperti mata air di musim hujan.  Beberapa orang paruh baya merendamkan air di sana. Untuk terapi katanya. Daya yang kuat menggaet kami untuk mengikutinya. Kami duduk di batuan berdua dengan menjulurkan kaki berendam. Ada sensasi aliran listrik yang merembet menuju ubun-ubun. Dingin kulit air membuatku merinding.

“Mbak, minta difotokan, ya.” Kuberanikan diri ingin mengabadikan moment yang indah ini. Aku meminta seorang wanita sebayaku untuk memotret kami. Aku bisikkan padanya bahwa kami pengantin baru agar dia memaklumi. Wanita itu tersenyum senang karena suamku dengan logat Jakartanya juga menimpali permintaanku. Berbagai pose dijepretnya. Ketika aku duduk disamping Mas Robby dan bergelayut manja pada pahanya, ketika berdiri dengan background laut aku dipeluknya, tak ketinggalan batu karang juga menjadi latar kami,  dan di batu besar dengan posisi Mas Robby duduk aku memeluknya dari belakang. Ahh.. begitu romantisnya kami.

Masa seperti ini belum pernah aku lalui. Dengan almarhum tak pernah menikmati suasana seromantis ini. Hidup yang masih bermasalah pada ekonomi membuat kami tidak pernah berani menampakkan diri bergaya seperti orang berkecukupan. Berwisata hanya kami lakukan jika ada ajakan dari sekolah karena mendampingi murid-murid.

Pernah sekali kami mengajak tetangga-tetangga berwisata ke pantai sekaligus untuk terapi. Suami yang terserang stroke ingin menikmati pemandangan pantai dan merendam kakinya yang lemah pada hangatnya pasir putih. Aku duduk di sampingnya berpanas mentari, kumintakan tetangga memfoto. HP yang aku gunakan kurang tajam kameranya sehingga kurang jelas gambarnya. Namun, tetap bersyukur karena masih ada kenangan foto di pantai. Itupun hanya duduk berjajar tanpa pelukan. Aku tidak tahu, ada rasa sedikit malu pada kami. Bahkan pernah dimintanya ketika sakit pertamanya.

“Dik, kapan-kapan kita berfoto mesra, ya.” Permintaan yang membuatku sempat bertanya-tanya. Ada apa dengan suamiku, tumben sekali dia meminta. Rupanya ia ingin meninggalkan kesan kemesraan kami berdua. Bahkan ketika kami bermain air, aku tidur di air dengan merebahkan kepalaku di pangkuannya, lalu ada yang mengabadikan dan ditunjukkan kepadanya, ia tampak bahagia sekali. Demikian pula aku. Foto kemesraan di pantai itu ternyata foto pertama dan terakhir kami. Aku unggah di media sosial, banyak kawan berkomentar.

“Semoga Pak Huda terus sehat, Bu.”

“Semoga kebahagian panjenengan berdua akan abadi, Bu.” Ada pula yang nakal berkomentar.

“Bu, seperti ikan duyung.” Hahaha.. ingatanku kembali melayang pada almarhum.

Mas Robby menyentakkan lamunanku. Aku terkaget dan kupukuli dia. Lalu diajaknya aku mencari makan siang.

Di pantai ini makanan yang disediakan tentu makanan laut. Ikan laut bakar dengan sambal kecap di saat perut lapar sudah nikmat. Nikmat ini anugerah. Nabi berpesan agar kita makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang. Memang begitu terasa berlipat ganda kenikmatannya. Ditambah dengan memandang luas ke hamparan laut lepas. Kesegaran juga terengkuh manakala es degan yang utuh dengan aroma khas sabutnya.  Kebahagiaan ini serasa tak tergadai. Orang menyebut masa honeymoon.

 Masa bulan madu layaknya remaja berpacaran. Halalnya setelah pernikahan lebih menuansakan romantisme yang berlimpah. Kekaguman-kekaguman yang sedikit demi sedikit dimunculkan. Allah Maha Romantis. Keromantisan-Nya yang tak ternetra dan terduga. Kejutan-kejutan kecil yang diberikan-Nya menambah kecintaan. Begitu ketakjuban ini akan skenario rapinya.

Selamat tinggal laut kita akan berpisah sementara. Ku yakin hatiku masih manja berpaut.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren Busukses selalu

05 Jul
Balas

keren bu...salam suksed

04 Jul
Balas

makasih Bu.. salam juga

04 Jul



search

New Post